Penulis: Apt. Mohammad Sholekhudin, S.Si.
Artikel ini ditulis untuk SainsPop.com
Di antara kita, siapa yang pernah menggunakan antibiotik penisilin? Generasi milenial sekarang mungkin hanya sempat mendengar namanya. Hingga tahun 1980-an, obat dalam bentuk cairan suspensi ini masih sering dipakai, biasanya oleh mantri sunat untuk luka khitan. Dioleskan menggunakan bulu ayam, penisilin membuat luka sunat cepat kering dan si bocah bisa cepat mencoba sepeda mini baru.
Tapi antibiotik ini digunakan secara berlebihan. Luka jatuh dari sepeda saja diolesi penisilin padahal mestinya obat merah atau getah jarak cina saja sudah cukup. Menjelang akhir abad, penisilin perlahan mulai ditinggalkan karena makin berkurang keampuhannya. Banyak bakteri menjadi kebal.
Penisilin diganti dengan antibiotik generasi berikutnya, yaitu ampisilin dan amoksisilin. Hingga sekarang, kedua antibiotik ini memang masih banyak digunakan tapi keampuhannya tidak lagi seperti satu atau dua dasawarsa yang lalu. Sekarang, para dokter sudah jarang meresepkannya. Dalam dua puluh tahun ke depan, bisa jadi ampisilin dan amoksisilin juga akan ditinggalkan.
Kenapa bisa begitu?
Dibandingkan kebanyakan jenis obat, antibiotik adalah obat yang unik. Ia makin lama makin tidak ampuh. Sebagai perbandingan, parasetamol sejak tiga perempat abad yang lalu sampai sekarang masih ampuh sebagai obat demam dan sakit kepala walaupun hampir semua orang di dunia menggunakannya. Sementara penisilin sekarang sudah jarang sekali digunakan.
Bakteri bisa kebal karena antibiotik banyak digunakan secara tidak tepat. Dalam hal kemampuan mempertahankan diri, bakteri mirip manusia yang bisa belajar. Ini bagian dari mekanisme alami untuk mempertahankan spesies mereka. Antibiotik adalah senjata rahasia umat manusia untuk melawan bakteri.
Semakin sering kita menggunakannya, lama-lama bakteri bisa “mempelajari” struktur kimianya. Senjata rahasia itu akhirnya tidak rahasia lagi. Setelah itu mereka melawan antibiotik itu dengan cara membuat perisai biologis atau menghasilkan senyawa penangkalnya. Makin sering kita menggunakan antibiotik, makin cepat bakteri menjadi kebal.

Kita semua punya andil ikut mempercepat munculnya bakteri yang kebal. Karena itu kita semua, tanpa kecuali, harus ikut bertanggung jawab dengan cara menghemat penggunaannya. Antibiotik harus digunakan hanya sesuai indikasi yang jelas, dengan cara yang tepat. Masyarakat awam, dokter, apoteker, peternak, petani, industri farmasi, semuanya harus terlibat dalam kerja bakti kolosal ini.
- Masyarakat awam
Menurut peraturan, antibiotik sebetulnya adalah obat keras yang hanya boleh didapatkan di apotek dengan resep dokter. Tapi dalam praktiknya, orang awam tidak sulit memperolehnya di apotek tanpa resep dokter. Lebih parah lagi, antibiotik juga banyak dijual di tukang-tukang obat di pasar.
Obat ini sering sekali diminum tanpa indikasi yang jelas. Contoh gampang adalah kebiasaan orang melakukan swamedikasi (pengobatan mandiri) dengan minum antibiotik untuk sakit flu, demam, batuk, dan radang tenggorok. (1,2)
Kita punya kecenderungan gegabah: sedikit-sedikit minum antibiotik. Sakit pilek, radang tenggorok, sakit perut, sakit gigi, sakit apa saja minum antibotik. Padahal sebagian besar sakit sehari-hari tidak memerlukan antibiotik.
Flu jelas-jelas disebabkan oleh virus dan bisa sembuh sendiri, sementara antibiotik bekerja membunuh bakteri. Minum antibiotik untuk flu bukan hanya mubazir tapi juga menyebabkan munculnya bakteri yang kebal. Sebagian besar penyebab demam, batuk, dan radang tenggorok juga bukan infeksi bakteri. Dalam kondisi seperti ini, minum antibiotik adalah tindakan yang tidak rasional dan berisiko.
Masyarakat awam harus kembali ke pedoman awal bahwa antibiotik adalah wilayah dokter. Hanya dokter yang boleh meresepkannya. Orang awam tidak boleh membeli sendiri ampisilin, amoksisilin, Super Tetra, dan sebagainya untuk pengobatan mandiri.
Kalau seseorang mendapat resep antibiotik dari dokter, ia harus menggunakannya benar-benar sesuai petunjuk dokter. Ini terutama penting untuk antibiotik yang diminum dalam waktu yang lama seperti obat tuberkulosis. Jangan sampai lupa minum, apalagi berhenti sebelum jadwalnya selesai sebab ini berisiko menyebabkan bakteri menjadi kebal dan makin sulit dibasmi.

- Tenaga Kesehatan
Tuntutan kepada masyarakat awam di atas hanya akan efektif kalau semua tenaga kesehatan juga disiplin menjaga antibiotik. Semua apotek sepakat tidak menjual antibiotik secara bebas. Kalau cuma sebagian kecil apotek yang melakukannya, pembatasan tersebut tidak akan efektif. Sebab kalau pasien ditolak di satu apotek, ia masih bisa membeli antibiotik di apotek lain.
Di sisi lain, dokter sebagai pihak yang berwenang meresepkan antibiotik juga harus lebih berhati-hati meresepkannya. Sebab peresepan antibiotik yang kurang tepat oleh dokter juga menyumbang masalah resistensi. Inilah yang menjadi dasar Badan Kesehatan Dunia maupun Kementerian Kesehatan negara kita membuat program pengendalian resistensi antimikroba. (3,4,5)
Program seperti ini adalah bentuk tanggung jawab kemanusiaan karena bagaimanapun antibiotik adalah aset milik bersama seluruh umat manusia. Tidak hanya milik kita hari ini tapi juga milik anak cucu kita nanti.
Ketika seseorang menggunakan antibiotik, itu bukan cuma urusan pribadi melainkan urusan publik, bahkan juga urusan anak cucu kita. Kalau ia menggunakannya secara tidak tepat dan berlebihan, keselamatan orang lain bisa terancam, terutama generasi yang akan datang. Mereka mudah terinfeksi bakteri yang resisten. Ini kondisi yang berbahaya mengingat antibiotik lama cepat menjadi usang sementara antibiotik baru lambat ditemukan.

- Peternak dan petani
Masalah resistensi antibiotik tak cuma urusan pasien, apotek, dan dokter. Sebab antibiotik juga banyak digunakan di bidang peternakan, terutama di peternakan ayam karena jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan ternak lain. Inilah yang menyebabkan telur dan daging ayam yang kita konsumsi sehari-hari itu mungkin mengandung residu antibiotik. Ayam-ayam itu diberi antibiotik supaya mereka tidak sakit sehingga lekas gemuk atau menghasilkan banyak telur. (6,7)
Yang repot, banyak peternak tidak menyadari ini. Mereka tidak mengetahui bahwa nama-nama kandungan obat seperti basitrasin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, eritromisin, dan sejenisnya adalah antibiotik yang jika digunakan secara tidak tepat bisa berbahaya.
Tidak cuma itu, antibiotik dalam bentuk pestisida juga banyak digunakan di bidang pertanian, disemprotkan ke tanaman yang sakit. (8) Pemakaian antibiotik dalam skala kolosal di lahan pertanian dan peternakan ini jelas sangat berbahaya karena bisa menyebabkan bakteri kebal, juga dalam skala kolosal.
Mencegah infeksi pada ternak dan tanaman memang tidak mudah. Untuk itulah peternak dan petani harus membekali diri dengan ilmu budidaya yang sehat. Di pertanian, cara budidaya sehat itu misalnya rotasi tanaman, pemupukan yang berimbang, memanfaatkan mikroba baik, menanam bunga refugia, menambah variasi tanaman, dan menggunakan pestisida nabati. (9)
Di bidang peternakan, cara budidaya yang sehat itu misalnya vaksinasi dan menerapkan biosecurity, sistem keamanan berlapis untuk mencegah infeksi, terutama menjaga kebersihan kandang. (10) Antibiotik hanya digunakan jika memang ada indikasinya. Sebagaimana pada manusia, sakit pada hewan ternak pun penyebabnya macam-macam. Kalau penyebab infeksi adalah virus, pemakaian antibiotik bukan hanya sia-sia tapi juga berbahaya.

Intinya, sebelum belajar menggunakan antibiotik, kita harus belajar cara agar tidak perlu menggunakannya. Ini berlaku umum di peternakan, pertanian, juga kehidupan sehari-hari. Pedoman kesehatan universal masih belum berubah: mencegah sakit lebih baik daripada mengobatinya. Dengan kata lain, cara terbaik menjaga senjata rahasia adalah dengan tetap merahasiakannya. Supaya anak cucu kita bisa mewarisinya.
Referensi:
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3273454/
- http://repository.ubaya.ac.id/36499/7/Analisis%20Perilaku%20dan%20Faktor%20Penyebab.pdf
- https://e-journal.unair.ac.id/IJTID/article/view/222/87
- http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2015/bn334-2015.pdf
- https://www.researchgate.net/publication/334601059_Implementasi_Antimicrobial_Stewardship_Program_di_Kawasan_Asia_Sebuah_Kajian_Sistematis
- http://balitnak.litbang.pertanian.go.id/index.php/publikasi/category/28-3?download=464%3A3
- http://bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/11/RESIDU-ANTIBIOTIKA-PADA-PANGAN-ASAL-HEWAN-DAMPAK-DAN-UPAYA-PENANGGULANGANNYA.pdf
- https://media.neliti.com/media/publications/20720-ID-kajian-pestisida-berbahan-aktif-antibiotika.pdf
- http://www.ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/psp/article/view/2902/2529
- http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2010/12/Pelaksanaan-Biosecurity-pada-Peternakan-Ayam1.pdf